Nasya menatap tumpukan buku-buku di depannya. Ia mendesah keras, lalu duduk. Buku-buku itu berisi tugas-tugas yang harus ia kerjakan dan dikumpulkan lusa, hari Selasa. Nasya membuka buku Matematika, kemudian mengerjakan soal-soalnya. baru sampai nomor enam, Nasya sudah menyerah. Dia tidak mau berpikir untuk memecahkan soal keenam yang sulit. Nasya malah mendengarkan lagu kesukaannya, Waiting Outside the Lines, lagunya Greyson Chance. Ibu sedang pergi belanja. Ayah belum pulang sejak dua hari lalu. Kakak masih di kampus. Nasya sebenarnya kesepian. Di sekolah pun, Nasya jarang bergabung dengan teman-temannya. Ia masih kelas satu SMP, jadi belum terlalu mengenal teman-teman barunya. Ketika pertama kali masuk, Nasya kenalan dengan Mitha. Ia dan Mitha satu kelompok ketika orientasi siswa. Tapi, sekarang ini Mitha selalu bersama dengan Ririn dan jarang menyapanya. Nasya senang sekali berteman dengan Fia, tapi Fia lebih sering bersama dengan Icha, teman SD nya dulu. Menurutnya, teman-teman di kelas tidak peduli akan kehadirannya. Ia merasa dianggap angin yang cuma lewat. Karena itulah, Nasya memilih memisahkan diri dari teman-temannya. Setiap hari teman-teman sekelasnya pasti membicarakan artis-artis Korea yang ada di drama Korea yang mereka tonton, atau boyband-boyband nya yang memiliki personel dengan tampang cakep nan imut. halahhh... itu sih menurut mereka. Nasya sebaaallll sekali kalau sudah begitu. Karena tidak suka hal 'begituan', ia jarang diajak ngobrol dengan teman-temannya. Kalau ikutan ngobrol juga nggak nyambung. Dan akhirnya, Nasya memilih sendiri saja, tidak seperti waktu SD. Di sekolahnya dulu, Nasya adalah anak yang rame dan gokil (wuiss). Ia juga sangat disegani oleh anak kelas lain, apalagi adik-adik kelas. Ia menjadi ketua kelas dari kelas empat hingga kelas enam, dan menjadi komandan upacara tak tergantikan ketika kelas enam, juga menjadi pesilat terbaik yang dimiliki sekolah. Ia ahli dalam bela diri silat, dan olahraga basket. Ia menjadi kapten tim basket sekolahnya selama dua tahun, dan membuat timnya selalu memenangi turnamen basket, kecuali saat melawan anak-anak SD 05. Pokoknya, Nasya adalah selebriti sekolah. Prestasi akademiknya juga bisa dibilang cukup bagus. Peringkat kelas terburuknya hanya ranking 12, dan selebihnya selalu masuk sepuluh besar.
Nasya kembali menekuni tugas-tugasnya. Ia mengerjakan tugas Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia dahulu, yang termudah baginya. Setelah itu, ia mengerjakan tugas IPS, dan kembali macet. Ia putus asa dan marah pada dirinya sendiri. Dilemparkannya buku IPS, lalu masuk ke kamar dan menyalakan komputer, serta menghubungkannya ke internet. Nasya mengetikkan blogger.com pada address bar, lalu log in. Blognya sudah lama terbengkalai, dan sekarang baru dibuka lagi. Ia berbalas message pada shoutbox dengan membernya, membalas komentar pada postingan-postingannya, juga bertamu balik ke blog lain yang sudah mengunjungi blognya. Dua jam kemudian, Ibunya memanggil untuk makan dan dia pun turun.
Pagi menjelang. Nasya tertidur tanpa memikirkan tugas-tugasnya. Waktunya tak lama, besok tugas harus dikumpulkan. Dan Nasya ingin nilainya bagus. Semester kemarin, dia harus puas berada di peringkat sembilan. Semester ini, Nasya ingin masuk lima besar, meskipun menurut kakaknya itu tidak mungkin. "Mana mungkin lu bisa lima besar, Nas, kesembilan aja udah susah banget lu" kata kakaknya saat Nasya bialng ingin masuk lima besar. "Tapi kan mungkin aja," bantah Nasya. Dan sekarang dia harus mewujudkannya.
---
Nadia menutup penanya. Klik. Ia akan melanjutkan cerita yang dia buat di lain waktu. Dia harus memikirkan bagaimana kehidupan Nasya ke depannya. Sekarang sudah larut malam. Nadia membaca cerpen yang ia buat. Ya.. Untuk seorang pemula, tak apalah hasilnya begini. Tapi ia tetap yakin akan meraih mimpinya menjadi seorang penulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar