Dampak Positif dan Negatif Strategi Diplomasi dalam Upaya Mempertahankan Kemerdekaan | Udah, baca aja
Sabtu, 22 Agustus 2015

Dampak Positif dan Negatif Strategi Diplomasi dalam Upaya Mempertahankan Kemerdekaan

Bismillah.. Sabtu siang ini, kebetulan lagi nganggur. 
Namanya juga Sabtu. Sekolah, ya cuma kelas seni dan lintas minat doang. Sampai dzuhur pula.

Lalu keingetan ada satu tugas lagi yang belom dikerjain.. 

Apa lagi kalau bukan tugas dari Pak Erwin. Hehehe.



Sebagai negara yang baru merdeka Indonesia banyak menghadapi masalah di berbagai sektor, diantaranya ekonomi, politik, pendidikan, sosial dan militer. Kedatangan kembali Belanda banyak mewarnai perjalanan Indonesia di awal proklamasi. Kontak fisik yang banyak menimbulkan korban di kedua belah pihak membuat PBB ikut campur juga nih terhadap masalah Indonesia-Belanda. Perjuangan diplomasi pun akhirnya dilakukan (meskipun hasilnya selalu merugikan pihak Indonesia, hikshiks) dengan harapan segera tercapai kesepakatan antara dua pihak. Perjuangan diplomasi dilakukan, misalnya dengan mencari dukungan dunia internasional dan berunding langsung dengan Belanda.

A.  Menarik dukungan dunia Internasional
Perjuangan mencari dukungan internasional lewat PBB dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan langsung dilakukan dengan mengemukakan masalah Indonesia di hadapan sidang Dewan Keamanan PBB. Tindakan tidak langsung dilakukan melalui pendekatan dan hubungan baik dengan negara-negara yang akan mendukung Indonesia dalam sidang-sidang PBB. . Pendekatan yang dilakukan Sutan Syahrir dan Haji Agus Salim dalam sidang Dewan Keamanan PBB pada bulan Agustus 1947 berhasil mempengaruhi negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB untuk mendukung Indonesia. Negara-negara yang mendukung Indonesia antara lain Australia, India, Liga Arab.
B. Melakukan berbagai perundingan
Indonesia juga mengadakan perundingan langsung dengan Belanda. Berbagai perundingan yang pernah dilakukan untuk menyelesaikan konflik Indonesia- Belanda misalnya: Perundingan Linggarjati, Perjanjian Renville, Persetujuan Roem-Royen, Konferensi Inter-Indonesia, dan Konferensi Meja Bundar.


Sebenarnya, apa sih keuntungan dan kerugian Indonesia melakukan strategi diplomasi ini??

Menurut sayaaaa..
Pertama, keuntungannya adalah Indonesia bisa diakui di mata dunia.
Sebuah negara tentu hanya berunding dengan negara, kan??
Jadi, melalui perundingan dengan suatu negara, Indonesia telah memperlihatkan eksistensinya! Yeaaaahhaa!!

Tapi.. Bisa ada kerugiannya juga.

Cobalah tengok hasil-hasil perundingan yang dilakukan bangsa kita.

Apakah ada yang menguntungkan?

Ah, namanya juga perundingan. Seharusnya memang menguntungkan dan diterima kedua belah pihak, tapi nyatanya?? __"

Ternyata hampir setiap perundingan yang kita lakukan waktu itu merugikan.. Biarpun selalu ada yang menguntungkan, sih.. Selengkapnya bisa dibaca di uraian berikut ini :

Perundingan Linggarjati (10 November 1946)

Sebagai kelanjutan perundingan-perundingan sebelumnya, sejak tanggal 10 November 1946 di Linggarjati di Cirebon, dilangsungkan perundingan antara Pemerintah RI dan komisi umum Belanda. Perundingan di Linggarjati dihadiri oleh beberapa tokoh juru runding, antara lain sebagai berikut:

Inggris, sebagai pihak penengah diwakili olehLord Killearn.
Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir (Ketua), Mohammad Roem (anggota), Mr. Susanto Tirtoprojo, S.H. (anggota), Dr. A.K Gani (anggota).
Belanda, diwakili Prof. Schermerhorn (Ketua), De Boer (anggota), dan Van Pool (anggota).

Perundingan di Linggarjati tersebut menghasilkan keputusan yang disebut perjanjian Linggarjati. Berikut ini adalah isi Perjanjian Linggarjati.

Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda sudah harusmeninggalkan daerah de facto paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949.
Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara Serikat dengan nama RIS. Negara Indonesia Serikat akan terdiri dari RI, Kalimantan dan Timur Besar. Pembentukan RIS akan diadakan sebelum tanggal 1 Januari 1949.
RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia- Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketua. Perjanjian Linggarjati ditandatangani oleh Belanda dan Indonesia pada tanggal 25 Maret 1947 dalam suatu upacara kenegaraan di Istana Negara Jakarta.

Perjanjian Linggarjati bagi Indonesia ada segi positif dan negatifnya.

Segi positifnya ialah adanya pengakuan de facto atas RI yang meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera.
Segi negatifnya ialah bahwa wilayah RI dari Sabang sampai Merauke, yang seluas Hindia Belanda dulu tidak tercapai.

Perjanjian Renville (8 Desember 1947 – 17 Januari 1948)

KTN berusaha mendekatkan RI dan Belanda untuk berunding. Atas usul KTN, perundingan dilakukandi tempat yang netral, yaitu di atas kapal pengangkut pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat “USS Renville”. Oleh karena itu, perundingan tersebut dinamakan Perjanjian Renville.

Perjanjian Renville dimulai pada tanggal 8 Desember 1947. Hasil perundingan Renville disepakati dan ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948. Yang hadir pada perundingan di atas kapal Renville ialah sebagai berikut.

Frank Graham (ketua), Paul van Zeeland (anggota), dan Richard Kirby (anggota) sebagai mediator dari PBB.
Delegasi Indonesia Republik Indonesia diwakili oleh Amir Syarifuddin (ketua), Ali Sastroamidjojo (anggota), Haji Agus Salim (anggota), Dr. J. Leimena (anggota), Dr. Coa Tik Ien (anggota), dan Nasrun (anggota).
Delegasi Belanda Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo (ketua), Mr. H.A.L. van Vredenburgh (anggota), Dr. P. J. Koets (anggota), dan Mr. Dr. Chr. Soumokil (anggota).
Perjanjian Renville menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut.

Penghentian tembak-menembak.
Daerah-daerah di belakang garis van Mook harus dikosongkan dari pasukan RI.
Belanda bebas membentuk negara-negara federal di daerah-daerah yang didudukinya dengan melalui plebisit terlebih dahulu.
Membentuk Uni Indonesia-Belanda. Negara Indonesia Serikat yang ada di dalamnya sederajat dengan Kerajaan Belanda. Persetujuan Renville ditandatangani oleh Amir Syarifuddin (Indonesia) dan Abdulkadir Wijoyoatmojo (Belanda).

Perjanjian ini semakin mempersulit posisi Indonesia karena wilayah RI semakin sempit. Kesulitan itu bertambah setelah Belanda melakukan blockade ekonomi terhadap Indonesia.

Itulah sebabnya hasil Perjanjian Renville mengundang reaksi keras, baik dari kalangan partai

politik maupun TNI.

Bagi kalangan partai politik, hasil perundingan itu memperlihatkan kekalahan perjuangan diplomasi.
Bagi TNI, hasil perundingan itu mengakibatkan harus ditinggalkannya sejumlah wilayah pertahanan yang telah susah payah dibangun.

Perjanjian Roem-Royen (17 April – 7 Mei 1949)

Sejalan dengan perlawanan gerilya di Jawa dan Sumatra yang semakin meluas, usaha-usaha di bidang diplomasi berjalan terus. UNCI mengadakan perundingan dengan pemimpin-pemimpin RI di Bangka. Sementara itu, Dewan Keamanan PBB pada tanggal 23 Maret 1949 memerintahkan UNCI untuk membantu pelaksanaan resolusi DK PBB pada tanggal 28 Januari 1949. UNCI berhasil membawa Indonesia dan Belanda ke meja perundingan. Pada tanggal 17 April 1949 dimulailah perundingan pendahuluan di Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin Mr. Mohammad Roem. Delegasi Belanda dipimpin Dr. van Royen. Pertemuan dipimpin Merle Cohran dari UNCI yang berasal dari Amerika Serikat. Akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai persetujuan. Persetujuan itu dikenal dengan nama “Roem-Royen Statement”. Dalam perundingan ini, setiap delegasi mengeluarkan pernyataan sendiri-sendiri. Pernyataan delegasi Indonesia antara lain sebagai berikut.

Soekarno dan Hatta dikembalikan ke Yogyakarta.
Kesediaan mengadakan penghentian tembakmenembak.
Kesediaan mengikuti Konferensi Meja Bundar setelah pengembalian Pemerintah RI ke Yogyakarta.
Bersedia bekerja sama dalam memulihkan perdamaian dan tertib hukum.

Sedangkan pernyataan dari pihak Belanda adalah sebagai berikut.

Menghentikan gerakan militer dan membebaskan tahanan politik.
Menyetujui kembalinya Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta.
Menyetujui Republik Indonesia sebagai bagian dari negara Indonesia Serikat.
Berusaha menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar.
Pada tanggal 6 Juli 1949, Soekarno dan Hatta dikembalikan ke Yogyakarta. Pengembalian Yogyakarta ke tangan Republik Indonesia diikuti dengan penarikan mundur tentara Belanda dari Yogyakarta. Tentara Belanda berhasil menduduki Yogyakarta sejak tanggal 19 Desember 1948 – 6 Juli 1949.

Konferensi Inter-Indonesia (19 -22 Juli 1949 dan 31 Juli – 2 Agustus 1949)

Sebelum Konferensi Meja Bundar berlangsung, dilakukan pendekatan dan koordinasi dengan negara- negara bagian (BFO) terutama berkaitan dengan pembentukan Republik Indonesia Serikat. Konferensi Inter-Indonesia ini penting untuk menciptakan kesamaan pandangan menghadapi Belanda dalam KMB. Konferensi diadakan setelah para pemimpin RI kembali ke Yogyakarta. Konferensi Inter-Indonesia I diadakan di Yogyakarta pada tanggal 19 – 22 Juli 1949. Konferensi Inter-Indonesia I dipimpin Mohammad Hatta. Konferensi Inter-Indonesia II diadakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli – 2 Agustus 1949. Konferensi Inter-Indonesia II dipimpin oleh Sultan Hamid (Ketua BFO). Pembicaraan dalam Konferensi Inter-Indonesia hampir semuanya difokuskan pada masalah pembentukan RIS, antara lain:

masalah tata susunan dan hak Pemerintah RIS,
kerja sama antara RIS dan Belanda dalam Perserikatan Uni.
Hasil positif Konferensi Inter-Indonesia adalah disepakatinya beberapa hal berikut ini.

Negara Indonesia Serikat yang nantinya akan dibentuk di Indonesia bernama Republik Indonesia Serikat (RIS).
Bendera kebangsaan adalah Merah Putih.
Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya.
Hari 17 Agustus adalah Hari Nasional.
Dalam bidang militer, Konferensi Inter-Indonesia memutuskan hal-hal berikut.

Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah Angkatan Perang Nasional.
TNI menjadi inti APRIS dan akan menerima orang-orang Indonesia yang ada dalam KNIL dan kesatuan-kesatuan tentara Belanda lain dengan syarat-syarat yang akan ditentukan lebih lanjut.
Pertahanan negara adalah semata-mata hak Pemerintah RIS, negara-negara bagian tidak mempunyai angkatan perang sendiri.
Kesepakatan tersebut mempunyai arti penting sebab perpecahan yang telah dilakukan oleh Belanda sebelumnya, melalui bentuk-bentuk negara bagian telah dihapuskan. Kesepakatan ini juga merupakan bekal yang sangat berharga dalam menghadapi Belanda dalam perundingan-perundingan yang akan diadakan kemudian. Pada tanggal 1 Agustus 1949, pihak Republik Indonesia dan Belanda mencapai persetujuan penghentian tembak-menembak yang akan mulai berlaku di Jawa pada tanggal 11 Agustus dan di Sumatera pada tanggal 15 Agustus. Tercapainya kesepakatan tersebut memungkinkan terselenggaranya Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.

Konferensi Meja Bundar (23 Agustus 1949 – 2 November 1949)

Konferensi Meja Bundar (KMB) diadakan di Ridderzaal, Den Haag, Belanda. Konferensi dibuka pada tanggal 23 Agustus 1949 dan dihadiri oleh:

Delegasi Republik Indonesia dipimpin Mohammad Hatta,
Delegasi BFO dipimpin Sultan Hamid,
Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin J. H. van Maarseveen, dan
UNCI diketuai oleh Chritchley.
Konferensi Meja Bundar dipimpin oleh Perdana Menteri Belanda, W. Drees. Konferensi berlangsung dari tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 November 1949. Dalam konferensi dibentuk tiga komisi, yaitu: Komisi Ketatanegaraan, Komisi Keuangan, dan Komisi Militer. Kesulitan-kesulitan yang muncul dalam perundingan adalah:

dari Komisi Ketatanegaraan menyangkut pembahasan mengenai Irian Jaya,
dari Komisi Keuangan menyangkut pembicaraan mengenai masalah utang.
Belanda menuntut agar Indonesia mengakui utang terhadap Belanda yang dilakukan sampai tahun 1949. Dalam bidang militer, tanpa ada kesulitan siding menyepakati inti angkatan perang dalam bentuk Indonesia Serikat adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI). Setelah penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat, KNIL (tentara Belanda di Indonesia) akan dilebur ke dalam TNI. KMB dapat menghasilkan beberapa persetujuan. Berikut ini adalah beberapa hasil dari KMB di Den Haag:

Belanda menyerahkan kedaulatan atas Indonesia sepenuhnya dan tanpa syarat kepada RIS.
Republik Indonesia Serikat (RIS) terdiri atas Republik Indonesia dan 15 negara federal. Corak pemerintahan RIS diatus menurut konstitusi yang dibuat oleh delegasi RI dan BFO selama Konferensi Meja Bundar berlangsung.
Melaksanakan penyerahan kedaulatan selambat- lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
Masalah Irian Jaya akan diselesaikan dalam waktu setahun sesudah pengakuan kedaulatan.
Kerajaan Belanda dan RIS akan membentuk Uni Indonesia-Belanda. Uni ini merupakan badan konstitusi bersama untuk menyelesaikan kepentingan umum.
Menarik mundur pasukan Belanda dari Indonesia dan membubarkan KNIL. Anggota KNIL boleh masuk ke dalam APRIS.
RIS harus membayar segala utang Belanda yang diperbuatnya semenjak tahun 1942.

Demikianlah beberapa perundingan/strategi diplomasi yang pernah dilakukan Indonesia
Keuntungan dan kerugian bisa dilihat dari hasilnya..

References :
http://nurhidayantisilalahi.blogspot.com/2013/09/ips-usaha-perjuangan-kemerdekaan_8254.html

0 komentar:

Posting Komentar

 
;